Senin, 24 November 2014

PAKU DI DINDING

PAKU DI DINDING

     Seorang bapak sangat sedih karna anak tunggalnya berperangi sangat buruk, keras dan pemarah. Kerjanya setiap hari nongkrong dan sering mabuk. Sementara itu, sang bapak setiap hari menancapkan sebuah paku ke dinding rumah mereka. Waktu terus berlalu, hari berganti minggu dan begitu seterusnya hingga akhirnya paku - paku yang ditancapkan di dinding oleh sang bapak telah memenuhi seluruh rumah mereka . Ada paku yang besar, paku kecil, paku payung. Yang paling lama mulai ada yang berkarat.

     Sang anak yang semula tidak memperhatikan, akhirnya bertanya pada sang bapak, “Kenapa bapak tiap hari menancapkan paku yang membuat dinding rumah kita jadi seperti ini ?, sudah rumah kita buruk, sekarang makin buruk dangan paku-paku yang sudah karatan !” katanya dengan nada ketus. Sang bapak menghela nafas panjang.

     “Benar sekali, dan bapak senang kamu bicara seperti itu. Anakku, coba kamu bayangkan kalau dinding ini adalah adalah hatimu yang setiap hari kau kotori dengan segala tingkah dan perangi burukmu. Seperti dinding itulah kira-kira hatimu saat ini. Hari demi hari selalu kau lalui dengan sebuah “paku” hingga pada akhirnya hari ini “paku-paku” itu telah memenuhi hatimu”. Sang anak terdiam.Ia merasa terpukul sekali.

     “Sekarang ayo kita cabuti paku-paku terkutuk itu”. Mereka berdua segera mencabuti seluruh paku yang menancap di dinding rumah. Ketika paku terakhir di cabut, sang anak melihat betapa bekas paku-paku yang menancap itu masih membuat dinding rumah tetap buruk.

     “Jika dinding rumah bisa di dempul untuk menghilangkan bekas tancapan paku, tapi apa bisa kita menambal bekas-bekas paku di hati kita, atau di hati saudara dan orang lain yang pernah kita sakiti ?...” Demikian sebagian dari isi ceramah yang disampaikan dalam acara pengajian bulanan yang diselenggarakan oleh DPD.LDII Kab.Subang.

Jumat, 29 November 2013

Pola Asuh Orang Tua Pada Anak

Pola pengasuhan orang tua memiliki pengaruh penting pada anak, mulai dari perilaku yang baik, gaya hidup sehat, kedisiplinan, kemandirian, hingga penerapan nilai-nilai kehidupan lainnya.

Anak yang mandiri, disiplin, dan tumbuh menjadi pribadi yang matang adalah dambaan setiap orangtua. Dengan demikian anak akan mampu menjalani kehidupannya dengan baik, termasuk ketika ia harus mengambil keputusan-keputusan penting dalam hidupnya kelak.

Persoalannya, bagaimana mencetak anak-anak yang seperti itu? Sayangnya sebagian besar orang tua menganggap penerapan disiplin pada anak itu perlu menggunakan prinsip hukuman fisik.Padahal dengan adanya hukuman fisik yang terus menerus akan menjadikan bom waktu bagi anak. Anak akan memiliki rasa dendam akibat hukuman fisik yang diterima sejak kecil. Anak mengalami trauma dan menjadi penyendiri, tertutup, karena rasa takut yang besar terhadap orang tuanya sendiri.

Sepintas hukuman fisik mungkin dapat membuat anak patuh, namun pada akhirnya anak hanya takut dihukum dan terkadang tetap berperilaku kurang baik.Prinsip tersebut tidak bisa terus dilakukan. Anak akan cenderung melawan. Apalagi jika orangtuanya memaki dan merendahkannya.Di Prancis, anak-anak tidak selalu mendapatkan apa yang mereka minta, terutama terkait jajanan. Sedangkan pendidikan disiplin Jepang, anak-anak dibiasakan mengerjakan hal-hal dasar.Contoh di sekolah Jepang, anak-anak diberi tugas membersihkan WC. Jika dibiasakan, otomatis anak akan melakukan pekerjaan yang sama di rumah.

Hindari sikap emosional dan pahami makna di balik perilaku anak anda.Orang tua hendaknya memposisikan dirinya sebagai gerbang. Anak akan memilih jalannya sendiri setelah sampai disisi gerbang. Di gerbang inilah orangtua berperan mendorong anak ke arah yang benar.Pola asuh menjadi latar belakang disiplin anak.

Disiplin yang dimaksud yaitu kepatuhan pada aturan dan ketentuan yang tercermin dalam perilakunya sehari-hari. Dengan melatih mentalnya, anak akan terbiasa memiliki sikap taat aturan, baik untuk diri sendiri ataupun dengan orang lain.Orang tua tidak boleh egois, dengan menunjukkan kemarahan mereka serta mengumpat. Ini hanya menjadi contoh negatif.
Semoga bermanfaat.

Sumber:  http://www.ldii.or.id/news/76-organisasi/1344-nana-maznah-mendisiplinkan-anak-tanpa-hukuman.html

Rabu, 27 November 2013

Cara Pencegahan Penyakit Demam Berdarah


Hampir setiap tahun kejadian penyakit Demam Berdarah terus bertambah jumlah dan distribusi penyebarannya.Apalagi ketika musim penghujan sekarang ini.Penyakit ini disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti yang menyenangi tempat penampungan air yang tergenang.
Salah satu usaha pencegahan atau pengendalian penyakit demam berdarah adalah dengan memerangi nyamuk Aedes Aegypti berkembang biak terutama di tempat-tempat buatan manusia,seperti wadah plastik, ban mobil bekas dan tempat-tempat lain yang menampung air hujan. Nyamuk ini menggigit pada siang hari,beristirahat di dalam rumah dan meletakkan telurnya pada tempat-tempat air bersih tergenang.
Cara mencegah penyakit demam berdarah adalah dengan "3M", yakni:
- Menguras tempat penampungan air
- Menutup tempat penampungan air
- Menimbun tempat penampungan air
Pemerintah sudah meminta masyarakat dan pihak terkait untuk melakukan program 3M agar bisa membasmi demam berdarah dan perkembang biakan nyamuk.Itulah beberapa cara mencegah penyebaran penyakit oleh nyamuk Aedes Aegypti. Jika kita bisa melakukan hal tersebut dengan baik, pasti kesehatan kamu dan keluarga bisa lebih terjaga. Mari, kita basmi penyakit nyamuk mulai dari sekarang!

Rabu, 28 Agustus 2013

Wajibnya Berbuat Baik Pada Kedua Orang Tua

     Berbuat baik pada kedua orang tua adalah menjadi suatu kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan,karena lantaran mereka berdualah kita bisa lahir di dunia ini,mulai masih dalam kandungan,dan setelah lahir membesarkan serta membina kita sehingga menjadi seperti sekarang ini. Semuanya itu dilakukannya dengan perjuangan dan pengorbanan baik waktu,tenaga,serta pikiran. Kadang - kadang mereka rela mengorbankan hak yang harus didapatkan demi maembahagiakan anaknya. Maka kita wajib berbuat baik pada kedua orang tua. Di dalam Al-Quran Allah berfirman "Sembahlah Allah dan jangan kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua dengan sungguh - sungguh (Q.S : An nisa' ,36)". Dan di dalam ayat yang lain Allah berfirman "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kalian jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kalian berbuat baik pada kedua orang tua kalian dengan sungguh - sungguh, jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam peramutanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "hus" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka dengan perkataan yang mulia". Dari ayat-ayat di atas menyebutkan bahwa berbuat baik pada kedua orang tua merupakan perintah wajib dari Allah kepada manusia,terlebih lagi perintah ini terletak setelah perintah untuk beribadah dan larangan menyekutukan pada Allah. Maka kita sebagai manusia diwajibkan untuk berbuat baik pada kedua orang tua secara ucapan maupun perbuatan, bisa merendahkan diri kepada keduanya dan juga selalu mendo'akan mereka supaya selalu mendapat rahmat dan ridla dari Allah. Demikian sebagian dari isi materi yang disampaikan dalam acara pengajian bulanan yang diselenggarakan oleh DPD.LDII Kab.Subang.

Sabtu, 15 Juni 2013

IBU

Baru sekarang terasa ada ‘sesuatu’ kepada Ibuku. Saya perhatikan seolah kami berdua berlomba berbuat kebaikan. Ketika saya berbuat satu kebaikan, Ibu malah lebih baik lagi kepadaku, dengan berpuluh-puluh kebaikan. Sikapnya melebihi seperti kepada bukan anaknya. Hingga akhirnya saya merasa kalah; kapan saya bisa membalas kebaikannya, kalau terus-menerus Ibu selalu berbuat baik dan baik kepadaku? Padahal seharusnya sayalah yang paling berkewajiban untuk melakukan itu semua – birrul walidain.

Ketika pulang kampung, selalu saja Ibu menyediakan makanan enak kesukaanku waktu kecil. Blenyik (semacam bergedel terbuat dari campuran ketela dan kelapa) dan ingkung (ayam utuh) selalu disediakan. “ Ini untukmu,” katanya. Harusnya sekarang waktukulah untuk menyediakan makanan yang sehat buat Ibuku. Kala dia butuh asupan untuk memelihara kebugaran tubuhnya yang sudah renta. Tapi ini malah sebaliknya. Ketika saya tolak, dengan lembutnya ia menjawab; “Ibu senang, kamu sudah bantu Ibu selama ini. Dan ini sedikit yang bisa Ibu berikan. Makanlah.”  Aku pun terkesima, harus bagaimana lagi selain menerima dan mensyukurinya. Rasanya seperti mitra dagang. Jauh di relung hati, tertambat nelangsa, apalagi kalau mengilas balik kisah – kisah istimewa akan hal ini. Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib adalah seorang yang terkenal sangat berbakti kepada ibunya, sampai-sampai ada orang yang berkata kepadanya, " Engkau adalah orang yang paling berbakti kepada ibumu, akan tetapi kami tidak pernah melihatmu makan bersama ibumu." Beliau menajawab, "Aku takut kalau-kalau tanganku mengambil makanan yang sudah dilirik oleh ibuku. Sehingga aku berarti mendurhakainya." (Diambil dari kitab Uyunul Akhyar karya Ibnu Qutaibah). Masih terngiang di dalam ingatan, kalau Ibu suka memberikan bagian-bagain makanan yang terenak kepada anaknya, untuk menghindari rebutan dan keributan.  Dan sebenarnnya Ibu pasti menginginkan makanan enak itu, tapi ia mengalah. Rela berbagi dan memilih makan makanan sisa yang ditolak anak-anaknya. Bahkan, makanan yang tidak enak pun dia bilang enak, sangat eunak, agar anaknya mau memakannya, mencontohnya.  Ohh, Ibu..! I missed U.

Dan ketika di ujung telepon engkau bertanya; “Gak ada rencana pulang?” Berarti itu sebenarnya perintah untuk pulang. Sayang aku selalu beralasan dengan kesibukan-kesibukan, acara demi acara dan pertemuan ke pertemuan sehingga engkau pun ‘sepertinya’ mafhum adanya. Padahal buat Ibu itu hal sederhana; bertemu dengan wajah anaknya dan cucu-cucunya. Namun justru sekarang berhadapan dengan wajah-wajah kesibukan, topeng-topeng acara, dan rupa-rupa meeting yang abstrak buatnya. Namun, ia mencoba memahami zaman dan segala rupa dinamikanya. Betapa bersalahnya aku, tidak menjawab panggilan itu dengan tepat. Malah, aku hanya minta doa agar semua diberi kelancaran dan kebarokahan. Tidak seperti Haiwah bin Syuraih, seorang ulama besar, yang suatu hari ketika beliau sedang mengajar, ibunya memanggil. "Hai Haiwah, berdirilah! Berilah makan ayam-ayam dengan gandum." Mendengar panggilan ibunya beliau lantas berdiri dan meninggalkan pengajiannya . (Diambil dari al-Birr wasilah karya Ibnu Jauzi). Masih jauh panggang dari apinya.

Bahkan, kala mendengar kabar sakit Ibupun, masih terus sibuk dengan urusan kerja dan kerja. Seraya dengan mudah bibir ini berkata;”Sudah dibawa ke dokter kan? Ke rumah sakit saja?” Duh, anak macam apa aku ini. Begitu ringannya berkata seperti itu, hanya alasan jarak dan waktu. Dan diri ini tersiksa karenanya. Bertolak belakang dengan Kahmas bin al-Hasan at-Tamimi. Suatu ketika ia melihat seekor kala jengking berada dalam rumahnya, beliau lantas ingin membunuh atau menangkapnya. Ternyata beliau kalah cepat, kalajengking tersebut sudah masuk ke dalam liangnya. Beliau lantas memasukkan tangannya ke dalam liang untuk menangkap kala jengking tersebut. Beliaupun tersengat kala jengking. Melihat tindakan seperti itu ada orang yang berkomentar, "Apa yang kau maksudkan dengan tindakan seperti itu?"
Beliau mengatakan, "Aku khawatir kalau kala jengking tersebut keluar dari liangnya lalu menyengat ibuku." (Diambil dari kitab Nuhzatul Fudhala’). Ibu, berikan aku kesempatan untuk menjagamu. Maafkanlah anakmu.

Di dalam bebal memori otak anakmu ini, masih terngiang keinginan-keinginan Ibu. Walau itu datang samar dan sendu, deburnya masih jauh belum berlalu. Terekam nian dalam kalbu. Terngiang kencang di telingaku. Aku bisa merasakannya, namun tidak semua bisa aku penuhi. Walau sudah beribu kali aku mohon pertolongan Ilahi Robbi dan usaha kanan-kiri. Semoga cukup waktu untuk semua itu. Dan kemampuan ada bersamaku. Memang tidak seperti cerita Muhammad bin Sirrin yang mengatakan, di masa pemerintahan Ustman bin Affan, harga sebuah pohon kurma mencapai seribu dirham. Meskipun demikian, Usamah bin Zaid membeli sebatang pohon kurma lalu memotong dan mengambil jamarnya (bagian batang kurma yang berwarna putih yang berada di jantung pohon kurma). Jamar tersebut lantas beliau suguhkan kepada ibunya. Melihat tindakan Usamah bin Zaid, banyak orang berkata kepadanya, "Mengapa engkau berbuat demikian, padahal engkau mengetahui bahwa harga satu pohon kurma itu seribu dirham." Beliau menjawab, "Karena ibuku meminta jamar pohon kurma, dan tidaklah ibuku meminta sesuatu kepadaku yang bisa kuberikan pasti ku berikan." (Diambil dari sifatush shafwah) Banyak yang bisa aku berikan, sebenarnya, tetapi aku belum bisa melakukannya. Jiwa ini masih berhitung dengan prioritas-prioritas yang bahkan dibuat-buat, hingga mengalahkan prioritas Ibu. Oh, betapa bodohnya aku.

Dalam hening malam bisu, dalam nestapa anak manusia dan pada waktu yang tersisa, aku selalu berdoa untuk kebaikanmu Ibu. Masih banyak yang belum bisa saya lakukan, banyak yang masih harus saya kerjakan, semoga aku bukan menjadi anak yang durhaka. Melalui dirimulah aku lahir ke dunia, atas jasamulah aku bisa seperti sekarang dan kepadamulah aku punya kewajiban hak, semoga engkau bisa menerimanya. Ridha robbi biridhal walaadi.  Dan semoga Allah berkenan memberi hidayah kepadamu. Itulah harapan terakhirku. Amin.