Sabtu, 15 Juni 2013

IBU

Baru sekarang terasa ada ‘sesuatu’ kepada Ibuku. Saya perhatikan seolah kami berdua berlomba berbuat kebaikan. Ketika saya berbuat satu kebaikan, Ibu malah lebih baik lagi kepadaku, dengan berpuluh-puluh kebaikan. Sikapnya melebihi seperti kepada bukan anaknya. Hingga akhirnya saya merasa kalah; kapan saya bisa membalas kebaikannya, kalau terus-menerus Ibu selalu berbuat baik dan baik kepadaku? Padahal seharusnya sayalah yang paling berkewajiban untuk melakukan itu semua – birrul walidain.

Ketika pulang kampung, selalu saja Ibu menyediakan makanan enak kesukaanku waktu kecil. Blenyik (semacam bergedel terbuat dari campuran ketela dan kelapa) dan ingkung (ayam utuh) selalu disediakan. “ Ini untukmu,” katanya. Harusnya sekarang waktukulah untuk menyediakan makanan yang sehat buat Ibuku. Kala dia butuh asupan untuk memelihara kebugaran tubuhnya yang sudah renta. Tapi ini malah sebaliknya. Ketika saya tolak, dengan lembutnya ia menjawab; “Ibu senang, kamu sudah bantu Ibu selama ini. Dan ini sedikit yang bisa Ibu berikan. Makanlah.”  Aku pun terkesima, harus bagaimana lagi selain menerima dan mensyukurinya. Rasanya seperti mitra dagang. Jauh di relung hati, tertambat nelangsa, apalagi kalau mengilas balik kisah – kisah istimewa akan hal ini. Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib adalah seorang yang terkenal sangat berbakti kepada ibunya, sampai-sampai ada orang yang berkata kepadanya, " Engkau adalah orang yang paling berbakti kepada ibumu, akan tetapi kami tidak pernah melihatmu makan bersama ibumu." Beliau menajawab, "Aku takut kalau-kalau tanganku mengambil makanan yang sudah dilirik oleh ibuku. Sehingga aku berarti mendurhakainya." (Diambil dari kitab Uyunul Akhyar karya Ibnu Qutaibah). Masih terngiang di dalam ingatan, kalau Ibu suka memberikan bagian-bagain makanan yang terenak kepada anaknya, untuk menghindari rebutan dan keributan.  Dan sebenarnnya Ibu pasti menginginkan makanan enak itu, tapi ia mengalah. Rela berbagi dan memilih makan makanan sisa yang ditolak anak-anaknya. Bahkan, makanan yang tidak enak pun dia bilang enak, sangat eunak, agar anaknya mau memakannya, mencontohnya.  Ohh, Ibu..! I missed U.

Dan ketika di ujung telepon engkau bertanya; “Gak ada rencana pulang?” Berarti itu sebenarnya perintah untuk pulang. Sayang aku selalu beralasan dengan kesibukan-kesibukan, acara demi acara dan pertemuan ke pertemuan sehingga engkau pun ‘sepertinya’ mafhum adanya. Padahal buat Ibu itu hal sederhana; bertemu dengan wajah anaknya dan cucu-cucunya. Namun justru sekarang berhadapan dengan wajah-wajah kesibukan, topeng-topeng acara, dan rupa-rupa meeting yang abstrak buatnya. Namun, ia mencoba memahami zaman dan segala rupa dinamikanya. Betapa bersalahnya aku, tidak menjawab panggilan itu dengan tepat. Malah, aku hanya minta doa agar semua diberi kelancaran dan kebarokahan. Tidak seperti Haiwah bin Syuraih, seorang ulama besar, yang suatu hari ketika beliau sedang mengajar, ibunya memanggil. "Hai Haiwah, berdirilah! Berilah makan ayam-ayam dengan gandum." Mendengar panggilan ibunya beliau lantas berdiri dan meninggalkan pengajiannya . (Diambil dari al-Birr wasilah karya Ibnu Jauzi). Masih jauh panggang dari apinya.

Bahkan, kala mendengar kabar sakit Ibupun, masih terus sibuk dengan urusan kerja dan kerja. Seraya dengan mudah bibir ini berkata;”Sudah dibawa ke dokter kan? Ke rumah sakit saja?” Duh, anak macam apa aku ini. Begitu ringannya berkata seperti itu, hanya alasan jarak dan waktu. Dan diri ini tersiksa karenanya. Bertolak belakang dengan Kahmas bin al-Hasan at-Tamimi. Suatu ketika ia melihat seekor kala jengking berada dalam rumahnya, beliau lantas ingin membunuh atau menangkapnya. Ternyata beliau kalah cepat, kalajengking tersebut sudah masuk ke dalam liangnya. Beliau lantas memasukkan tangannya ke dalam liang untuk menangkap kala jengking tersebut. Beliaupun tersengat kala jengking. Melihat tindakan seperti itu ada orang yang berkomentar, "Apa yang kau maksudkan dengan tindakan seperti itu?"
Beliau mengatakan, "Aku khawatir kalau kala jengking tersebut keluar dari liangnya lalu menyengat ibuku." (Diambil dari kitab Nuhzatul Fudhala’). Ibu, berikan aku kesempatan untuk menjagamu. Maafkanlah anakmu.

Di dalam bebal memori otak anakmu ini, masih terngiang keinginan-keinginan Ibu. Walau itu datang samar dan sendu, deburnya masih jauh belum berlalu. Terekam nian dalam kalbu. Terngiang kencang di telingaku. Aku bisa merasakannya, namun tidak semua bisa aku penuhi. Walau sudah beribu kali aku mohon pertolongan Ilahi Robbi dan usaha kanan-kiri. Semoga cukup waktu untuk semua itu. Dan kemampuan ada bersamaku. Memang tidak seperti cerita Muhammad bin Sirrin yang mengatakan, di masa pemerintahan Ustman bin Affan, harga sebuah pohon kurma mencapai seribu dirham. Meskipun demikian, Usamah bin Zaid membeli sebatang pohon kurma lalu memotong dan mengambil jamarnya (bagian batang kurma yang berwarna putih yang berada di jantung pohon kurma). Jamar tersebut lantas beliau suguhkan kepada ibunya. Melihat tindakan Usamah bin Zaid, banyak orang berkata kepadanya, "Mengapa engkau berbuat demikian, padahal engkau mengetahui bahwa harga satu pohon kurma itu seribu dirham." Beliau menjawab, "Karena ibuku meminta jamar pohon kurma, dan tidaklah ibuku meminta sesuatu kepadaku yang bisa kuberikan pasti ku berikan." (Diambil dari sifatush shafwah) Banyak yang bisa aku berikan, sebenarnya, tetapi aku belum bisa melakukannya. Jiwa ini masih berhitung dengan prioritas-prioritas yang bahkan dibuat-buat, hingga mengalahkan prioritas Ibu. Oh, betapa bodohnya aku.

Dalam hening malam bisu, dalam nestapa anak manusia dan pada waktu yang tersisa, aku selalu berdoa untuk kebaikanmu Ibu. Masih banyak yang belum bisa saya lakukan, banyak yang masih harus saya kerjakan, semoga aku bukan menjadi anak yang durhaka. Melalui dirimulah aku lahir ke dunia, atas jasamulah aku bisa seperti sekarang dan kepadamulah aku punya kewajiban hak, semoga engkau bisa menerimanya. Ridha robbi biridhal walaadi.  Dan semoga Allah berkenan memberi hidayah kepadamu. Itulah harapan terakhirku. Amin.

Rabu, 05 Juni 2013

Dodol Nanas Khas Subang

Resep Dodol Nanas Khas Subang

Dodol adalah salah satu jenis makanan tradisional yang cukup populer di Indonesia. Dodol terbuat dari tepung ketan, santan kelapa dan gula merah. Seiring berjalannya waktu, dodol bisa dikreasikan dengan bahan lain seperti nanas, nangka, durian dll.

Nah.. disini saya akan membagikan cara pembuatan dodol nanas khas Subang. Penasaran?...
Berikut cara pembuatannya :








BAHAN-BAHAN :
  1. 1 kg Buah Nanas, kupas, bersihkan dan haluskan
  2. 50 gr Gula pasir
  3. 150 gr Gula merah
  4. 50 gr Tepung ketan
  5. Tepung Hongkue secukupnya
  6. Kelapa secukupnya, ambil santannya
  7. Vanili secukupnya

CARA MEMBUAT DODOL RASA NANAS ENAK :

Campur nanas dengan gula pasir, gula merah, tepung ketan, vanili, dan santan hingga rata kemudian masak sampai terbentuk adonan kental (kurang lebih 3 ½ jam);
Tuangkan adonan yang telah jadi pada cetakan.Kemudian tunggu adonan sampai dingin.Selanjutnya potong-potong dan kemas dodol nanas sesuai selera (bisa pake kertas minyak).
Selamat mencoba...

Sebagai Muslim, Kenapa Kita Harus Mengaji Al Qur’an dan Al Hadits?

Sumber Hukum Islam adalah Al Qur’an dan Al Hadits.

 Adalah keharusan bagi semua umat islam untuk mengkaji dan mempelajari isi yang terkandung didalam Al Qur'an dan Al Hadits. Bagaimana seorang muslim tahu hukum-hukum dan larangan-larangan bagi seorang muslim, tanpa mengkaji Al Qur’an dan Al Hadits.

Hidup akan terasa indah dan damai seandainya semua muslim faham akan hal tersebut. Tidak akan ada lagi perselisihan antar sesama umat muslim, semuanya dikarenakan segala permasalahan yang muncul akan di kembalikan kepada Al Qur’an dan Al Hadits. Perbedaan yang muncul antara golongan tidak akan lagi berbuntut pergunjingan dan ketidak rukunan, akan tetapi di selesaikan dengan cara duduk bersama, mengkaji bersama Al Qur’an dan Al Hadits, dicari titik terang, dan hukum yang jelas berdasarkan Al Qur’an dan Al Hadits.

Mari kita tengok realita saat ini, sudah seringkali kita dengar berita dan kitapun melihat tayangan berita seputar kasus kerusuhan antar umat islam, sesama muslim saling menganiaya, saling bakar tempat peribadatanya, padahal sama-sama mesjid, yang dibangun sebagai sarana peribadatan, bahkan tidak jarang memakan korban jiwa, hal tersebut di picu karena perbedaan kefahaman. Perbedaan cara beribadah, yang paling sangat di sayangkan tokoh-tokoh ulama yang notabene sudah banyak ilmunya kok malah membiarkan dan mendukung kejadian tersebut.

Yang tertulis diatas adalah sekelumit contoh kecil yang sering muncul di sekitar kita. Dan tentunya sangat merugikan kita sebagai umat muslim, dengan sendirinya akan muncul persepsi bahwa islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan, menyelesaikan setiap masalah dengan kekerasan. Padahal tidak seperti itu, maka dari itu mengkaji Al Qur'an dan Al Hadits adalah keharusan.

Banyak yang akan kita pelajari dari mengkaji dua hal tersebut, yang akan menuntun kita menemukan nikmatnya keimanan. Mensyukuri hidayah yang di anugerahkan kepada kita. Mensyukuri nikmatnya keimanan membuat kita akan sibuk menjaga diri kita supaya tetap dalam ridho-NYA, sibuk bersyukur, dan sibuk beribadah, tidak akan ada waktu buat kita untuk menghujat dan menggunjing orang atau golongan lain.

Jadi bisa anda simpulkan sendiri qualitas keislaman dan keimanan segolongan yang mengaku dirinya islam, yang sibuk menghujat dan menggunjing golongan islam lain yang tidak sama dengan mereka.

Kapan dan Dimana? Kita Mengkaji Al Qur’an dan Al Hadits


Jangan tanya kapan mulainya? ketika anda adalah seorang muslim maka kewajiban itu sudah berlaku, anda wajib dan harus sebagai umat muslim mengkaji dan mempelajari isi Al Qur’an dan Al Hadits, bukan cuma membaca! tapi fahami isi dan makna yang ada di dalamnya. Disitulah kita akan menemukan betapa islam itu adalah anugerah yang sangat besar di muka bumi ini.

Sampai kapan? sampai ajal menjemput! kaji dan teruslah kaji, semakin sering di kaji maka akan semakin terasa manis, betapa manisnya keimanan itu. Dimanakah kita bisa menemukan tempat untuk mengkaji Al Qur’an dan Al Hadits? anda bisa memulainya di Majlis Ta’lim terdekat dengan anda. Di mesjid-mesjid atau mushola terdekat dengan rumah anda, biasanya pengajian di adakan setelah sholat Maghrib menjelang Isyak, atau setelah sholat Shubuh.

Pengajian Al Qur’an dan Al Hadits Reguler dan Terpogram


Apabila anda menginginkan materi pengajian Al Qur'an dan Al Hadits yang di lakukan secara reguler dan berkesinambungan, LDII selalu membuka pintu lebar-lebar untuk anda. Di persilakan bergabung di pengajian yang di selenggarakan oleh LDII. Pengajian yang di selenggarakan LDII diikuti oleh berbagai lapisan masyarakat, dan tersebar luas di berbagai pelosok tanah air. Visi dan misi LDII adalah mencerdaskan masyarakat dengan berdakwah, membentuk masayarakat yang melek Al Qur’an dan Al Hadits. Yang anda perlu lakukan adalah silakan hubungi kantor atau mesjid LDII yang terdekat di kota anda, sampaikan niat anda untuk mengikuti pengajian, dan selanjutnya anda akan di berikan informasi yang anda perlukan.

Semoga Bermanfaat.


sumber : http://www.ldiisukabumi.org/445/sebagai-muslim-kenapa-harus-mengaji-al-quran-dan-al-hadits/